JSM Morning Talk: Belajar dari Kucing, Kalau Jatuh Langsung Bangkit

JSM Morning Talk: Belajar dari Kucing, Kalau Jatuh Langsung Bangkit

Smallest Font
Largest Font

YOGYA – Jaringan Saudagar Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (JSM DIY) kembali menghadirkan JSM Morning Talk, Rabu (6/10) dengan tema “MENANG-is Mengendalikan Emosi Saat Bisnis Naik Turun”. Kegiatan secara daring ini tidak hanya dihadiri warga DIY, juga dari luar seperti Bangka Belitung.

Kegiatan seri ke-13 ini menghadirkan Dwiyono Iriyanto (HDI Management) yang biasa disapa Coach HD Iriyanto serta Taufik Ridwan (pemilik Kopi Kuden). Iriyanto mengajak para peserta untuk menyimak analogi pesawat terbang yang didapatnya dari Direktur Bank Bali ketika mengikuti acara Asosiasi Manager Indonesia.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

“Pesawat terbang sebenarnya sudah punya rute, semuanya sudah ditetapkan,” tutur Iriyanto. Faktanya, perjalanan pesawat tak selamanya sesuai rute. Pesawat sering kali harus bergeser dari lintasan aslinya.

Terdapat dua dimensi dalam lintasan pesawat. Pertama, dimensi vertikal yang kadang harus naik turun demi keselamatan perjalanan. Kedua, dimensi horizontal untuk menyesuaikan kondisi. Misalnya, ketika menunggu antrean mendarat, karena tidak semua bandara memiliki lahan luas untuk menampung banyak pesawat di satu waktu.

Sama halnya dengan bisnis, terdapat dua dimensi dalam lintasan bisnis, yaitu dimensi vertikal karena bisnis kadang mengalami naik-turun alias jatuh-bangun. Dimensi horizontal, perlu dilakukan sebuah strategi kompetisi untuk menyesuaikan situasi pasar. Kesadaran akan hal ini menjadikan pebisnis tidak mudah patah arang bila usahanya sedang gagal.

Inspirasi lain yang dipetik oleh Iriyanto ialah tuturan seorang kawan yang mengatakan, “Banyak bisnis yang akhirnya collaps bukan karena gagal menjual produknya, tapi karena sumber daya manusia yang ada di dalamnya membiarkan bisnis itu bangkrut.” Sehingga, lanjut Iriyanto, penting membangun sense of belonging dalam diri karyawan. Sehingga mereka tidak hanya berpikir soal gaji, tapi juga memikirkan pertumbuhan perusahaan.

Membahas soal emosi dalam mengelola bisnis, Iriyanto juga menyertakan aspek spiritual yang tidak dapat dipisahkan. Terdapat empat hal yang diperlukan oleh seorang pebisnis dalam dirinya. Pertama, hasrat. Keinginan kuat untuk bisa menjalankan usaha. Kedua, cinta terhadap apa yang dikerjakan. Sehingga, pebisnis memiliki banyak stok energi dan mau terus berkorban.

Kedua hal tadi merupakan bagian dari emosi. Sedangkan, yang ketiga dan keempat tumbuh dari aspek spiritual, yaitu syukur dan sabar. Pebisnis harus selalu bersyukur, maka meskipun situasi tidak mengenakkan, ia akan tetap merasa cukup. Juga, sabar perlu dimiliki untuk tetap menjalankan perintah Allah SWT, menjauhi larangan, serta berlapang dada menerima cobaan.

Iriyanto juga menyampaikan pelajaran dari guru yang sama sekali tidak pernah bicara dengannya. Siapakah guru itu? Kucing. Ia mengutip cerita dari seorang motivator bisnis yang mengajarinya untuk belajar pada kucing, “Kalau kucing jatuh, tidak kemudian berdiam diri lama, berkeluh kesah, merintih-rintih. Begitu jatuh, ia langsung bangkit dan terus berlari.”

Taufik Ridwan berbagi materi yang tidak kalah menarik. Memulai dengan bacaan ayat 133 QS Ali Imran, Taufik mengajak peserta untuk berefleksi bahwa Allah SWT mengimbau untuk bersegera memohon ampun dan menjanjikan surga bagi orang-orang yang bertakwa.

Siapakah orang yang bertakwa? Pada ayat selanjutnya disebutkan, “Yaitu, orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit.” Penting bagi pebisnis tidak hanya bersedekah ketika berjaya, melainkan kapanpun saat bisa, termasuk saat kurang sekalipun.

Laki-laki yang pernah menjadi guru honorer selama sepuluh tahun ini mengaku, “Saya menjadi pembisnis karena by accident, bukan by design.” Gaji bulanannya hanya dua ratus ribu saat itu. Sedangkan, mimpinya ialah bisa pergi haji. Dengan adanya visi itu, ia berpikir harus membangun bisnis karena gajinya tidak akan mampu memenuhi mimpinya.

Taufik menceritakan perjalanan bisnisnya mulai mendirikan CV tahun 2000 dan mengubahnya menjadi PT tahun 2009. Ia juga menceritakan motivasi sederhananya mengapa mendirikan bisnis Kopi Kuden: ingin menikmati hari-hari bersama keluarga. “Cuma pengen tiap pagi hari bisa ketemu, nyapu berdua, ngopi bareng, diskusi, ngaji,” tuturnya.

Menutup sesinya, ia kembali mengingatkan ayat 134 yang dilantunkankannya di awal. Pebisnis setidaknya memerlukan dua sifat: senang bersedekah dan mau memaafkan kesalahan orang lain. Dengan begitu, tidaklah ia mudah menjadi yang emosional. Kegiatan pun dilanjutkan dengan diskusi obrolan santai. (*)

Wartawan: Ahimsa W Swadeshi
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow