Akses Pasar Global Membutuhkan Lebih Dari Sekedar Bisnis Konvensional

Akses Pasar Global Membutuhkan Lebih Dari Sekedar Bisnis Konvensional

Smallest Font
Largest Font

YOGYA - Potensi di indonesia itu sangat banyak, kalau tidak ada, maka tidak mungkin ada penjajah dan pasar global cenderung menyembunyikan kekayaan alam indonesia, bahkan dari manusia Indonesianya sendiri karena mereka ingin yang terbaik itu tidak banyak diketahui orang. Begitu kata Rika Fatimah, Dosen FEB UGM sekaligus penggagas G2R Tetrapreneur, dalam membuka materinya tentang Pemasaran dan Usaha Berbasis Komunitas. Materi ini Rika sampaikan dalam seminar Lembaga Pengembang (LP) UMKM PWM DIY bertajuk “Pentingnya Komunitas untuk UMKM dan Strategi Lolos Kurasi Ekspor” (26/10).

Seminar yang berkolaborasi dengan Serikat Usaha Muhammadiyah (Sumu) Regional DIY tersebut dihadiri puluhan peserta binaan dari LP UMKM PWM DIY. Selain Fatimah, ada Ahmad Syauqi Soeratno, Bendahara Majelis Ekonomi Bisnis dan Pariwisata (MEBP) PP Muhammadiyah, yang juga menjadi pemateri. Turut hadir di dalamnya juga Farid Ma’ruf, Ketua LP UMKM PWM DIY dan Afnan Hadikusumo, anggota DPD RI Provinsi DIY, yang sekaligus memberi keynote speech dan membuka acara.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Fatimah dalam pemaparannya, menjelaskan bahwa pasar global itu tidak melulu tentang ekspor. Akses ke dalamnya sama sekali tidak membutuhkan para pelaku usaha untuk mengurus dokumen-dokumen ketentuan ekspor setiap negara. Melainkan, katanya, membuat pelaku bisnis di negara lain mendirikan bisnis kita di negara mereka. Hal itu bisa dilakukan jika kita mempunyai value dalam bisnis kita, dan value itu bisa berupa ekosistem.

It’s not just bussiness, kita akan mengandalkan ekosistem dalam bisnis kita,” jelas Fatimah.

Menurut Fatimah, ekosistem bisnis itu jarang disadari bagi para pelaku bisnis di Indonesia. Ini disebabkan karena kebanyakan pelaku usaha masih memahami bisnis hanya sebatas bisnis konvensional. Ini menimbulkan mindset pelaku usaha hanya mencari untung berupa uang, padahal ada banyak keuntungan selain uang.

“Bisnis konvensional menuntut kita untuk selalu meraup untung berupa uang, jadi hal-hal selain itu dianggap tidak penting. Padahal kalau kita berbicara bisnis kita berbicara wirausaha. Dan wirausaha itu adalah praktek-prakteknya, dan praktek itu tujuan utamanya bukan untuk cuan, tapi untuk membuka akses dan kesempatan,” tuturnya.

Fatimah juga menebalkan pernyataan Ahmad Syauqi pada kesempatan sebelumnya. Menurut Fatimah, dalam konsep religio-preneur, akses dan kesempatan itu bisa dimaknai sebagai rezeki. Karena jika mindset utamanya adalah uang, semua bisa bernilai uang.

“Kesehatan kita ada uangnya, seminar ini ada uangnya, jadi banyak sekali akses dan kesempatan yang sebenarnya bernilai uang namun kita tidak menyadarinya,” terangnya.

Fatimah mencontohkan restoran Mc Donalds sebagai bisnis yang mengandalkan ekosistem. Mc Donalds, menurut Fatimah, tidak menjual makanan dengan resep yang super lezat, tapi justru mengandalkan layout restoran dan pelayanan yang akan membuat semua orang merasakan pengalaman bahagia ketika makan di sana.

Fatimah kemudian mendorong konsep sosio-religio-preneurship yang pada kesempatan sebelumnya telah diutarakan Syauqi. Ia menekankan perlunya model bisnis yang diupayakan oleh peserta sendiri, dan dalam konteks sosial-agama, Fatimah menekankan perlunya silaturahim dalam bisnis.

“Secara definisi silaturahim itu artinya menyambung atau menjalin kasih sayang. Atau dalam variatif definisi lain, bisa juga diartikan sebagai menjalin rasa sakit. Maksudnya, silaturahim itu bukan hanya kumpul-kumpul pas seneng, saat sakit juga kita berkumpul,” tandasnya.

Lebih lanjut, Fatimah kemudian mengungkapkan bahwa model bisnis yang sedang dipaparkan adalag bagian awal dari konsep tetrapreneur. Konsep ini adalah satu penguatan potensi wirausaha yang mengandalkan inovasi dan berbasis empat pilar wirausaha. Pilar pertama adalah kegiatan wirausaha itu sendiri; pilar kedua adalah ketersediaan dan kesigapan dalam merespon pasar; pilar ketiga adalah peningkatan kualitas produk melalui SDM yang berkualitas dan sistem yang terkoordinasi hingga pengembangan diri; dan muara terakhir yang menjadi pilar keempat adalah nilai merek pada produk.

Kesemuanya itu, jelas fatimah, akan mampu membantu sebuah usaha untuk bisa mengakses pasar global, bukan hanya membuka keran ekspor.

Wartawan: Fatan Asshidqi

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    1
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    1
    Wow