Sosio-Religio-Preneurship Menjadi Penting Dalam Membangun Usaha Berbasis Komunitas Dan Menciptakan Kebermanfaatannya
YOGYA - Sosio-Religio-Preneurship adalah memastikan nilai-nilai agama yang terkait dengan kesejahteraan sosial itu bisa dijalankan dengan cara berpikir dan mental Enterpreneurship. Begitu kata Ahmad Syauqi Soeratno, Bendahara Majelis Ekonomi Bisnis dan Pariwisata (MEBP) PP Muhammadiyah, dalam membuka materinya tentang Pemasaran dan Usaha Berbasis Komunitas. Materi ini Syauqi sampaikan dalam seminar Lembaga Pengembang (LP) UMKM PWM DIY bertajuk “Pentingnya Komunitas untuk UMKM dan Strategi Lolos Kurasi Ekspor” (26/10).
Seminar yang berkolaborasi dengan Serikat Usaha Muhammadiyah (Sumu) Regional DIY tersebut dihadiri puluhan peserta binaan dari LP UMKM PWM DIY. Selain Syauqi, ada Rika Fatimah, Dosen FEB UGM sekaligus Penggagas G2R Tetrapreneur, yang juga menjadi pemateri. Turut hadir di dalamnya juga Farid Ma’ruf, Ketua LP UMKM PWM DIY dan Afnan Hadikusumo, anggota DPD RI Provinsi DIY, yang sekaligus memberi keynote speech dan membuka acara.
Sosio-Religio-Preneurship menurut Syauqi amat perlu diterapkan pada usaha berbasis komunitas. Agar kemudian usaha-usaha tersebut tidak slealu terorientasi pada laba berupa uang. Ia mencontohkan dengan kasus bisnis model Multilevel Marketing (MLM), yang menurutnya hanya menekankan uang sebagai prioritas, sedang sisi sosial dan agamanya tidak.
“MLM itu uangnya lebih dominan, sosialnya hanya di awal. Jadi cuannya yang lebih utama. UMKM Indonesia harusnya tidak begitu, karena kita masih bisa punya ruang sosial ruang budaya yang bisa kita usahakan,” jelas Syauqi.
Syauqi kemudian melanjutkan dengan paparanya terkait pembangunan usaha berbasis komunitas. Menurutnya, contoh paling riil adalah UMKM di Indonesia. Dalam membentuk usaha berbasis komunitas ini diperlukan langkah demi langkah karena jalannya amat panjang.
Pelaku usaha bisa memulainya dengan merangkul sebanyak-banyaknya orang yang mempunyai kepentingan sama. Syauqi mencontohkan, misal jika berbisnis kuliner maka pelaku usaha tersebut harus mencari teman atau kelompok yang punya perhatian terhadap kuliner, baik dari bahan baku hingga ke pemasaran.
Selanjutnya, terang Syauqi, pelaku usaha harus memotivasi kelompoknya dan menjalin komunikasi dua arah sehingga bisa mendapat feedback bagi perkembangan bisnis. Terakhir, seorang pelaku usaha harus bisa mengedukasi kelompoknya, agar nantinya tercipta hubungan timbal balik dalam komunitas tersebut. Lewat cara-cara inilah kemudian tercipta usaha berbasis komunitas yang memberi manfaat pada seluruh anggotanya, jelas Syauqi.
Lebih lanjut, setelah usaha berbasis komunitas ini tercipta, manfaatnya akan segera dirasakan oleh pelaku bisnis itu sendiri. Salah satunya, kata Syauqi, adalah adanya rasa keterikatan antar pelaku usaha. Keterikatan itu selanjutnya menciptakan sistem ekonomi tertutup. Ketika satu anggota komunitas butuh sesuatu terkait usahanya maka ia akan mencari di dalam komunitasnya, yang secara tidak langsung memberikan kemanfaatan untuk keduanya. Jadi perputaran uang berjalan, jalinan sosial juga tercipta.
Syauqi sendiri pernah menghitung perputaran uang di dalam persyarikatan Muhammadiyah. Hasilnya, potensi perputaran uang mencapai 10 miliar perhari. Ia lalu mengingatkan pentingnya berjamaah, termasuk dalam hal ekonomi, sehingga semakin kuat sistem ekonomi yang ada di dalam Muhammadiyah itu sendiri.
“Ning mergo ora gelem jamaah, ini jadi persoalan lain. Tapi kalau kita mau berjamaah kita bakal jadi bangunan yang kokoh,” tandasnya.
Wartawan: Fatan Asshidqi
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow