Jamaah Ekonomi Antara Konsolidasi, Koordinasi dan Sinergi
Oleh: Ahmad Syauqi Suratno *)
Memenuhi undangan MEK PDM Klaten bersama Mas Herman Dody dalam diskusi terbatas tentang penguatan jamaah ekonomi oleh MEK PDM Klaten, Jawa Tengah, pada 16 Maret 2021 lalu, ada beberapa gagasan yang disampaikan kepada kami untuk dikonsultasikan dalam forum tersebut.
Mulai dari tema penguatan bisnis ritel terhadap 13 TokoMu yang ada, konsolidasi lembaga pengelola keuangan umat termasuk BMT dan LazisMu hingga pengembangan sistem yang mengintegrasikan semua potensi ekonomi untuk merapikan barisan jamaah ekonomi.
Menanggapi gagasan tersebut ada beberapa hal yang saya sampaikan pada kegiatan tersebut. Di antaranya penguatan jamaah tidak boleh meninggalkan konsep kelembagaan seperti kepemilikan/ownership dan pengelolaan/management. Karena dari situlah kejelasan peran, fungsi dan tanggung jawab masing-masing pihak. Karena dari ketiganya akan mewujud akuntabilitas dan sustainabilitas.
Ilustrasinya seperti sholat jamaah di masjid. Siapa yang berperan menjadi imam, khatib, muadzin dan makmum serta posisi takmir — bahkan marbot pun — harus jelas. Karena masing-masing memiliki konsekuensi atas peran, fungsi dan tanggungjawabnya.
Dalam konteks kelembagaan, ada dua model kepemilikan/ownership entitas usaha di lingkungan Muhammadiyah.
Yang pertama, entitas usaha yang dimiliki Institusi Persyarikatan Muhammadiyah: Pimpinan Pusat, PWM, PDM, PCM dan PRM beserta Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dan organisasi otonom (Ortom). Dari sini salah satunya kemudian muncul keputusan mengenai Pedoman PP Muhammadiyah tentang Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) tahun 2017, yang mengatur tata kelola entitas usaha berorientasi pada profit untuk kemanfaatan Persyarikatan Muhammadiyah.
Dan yang kedua adalah entitas usaha yang dimiliki oleh individu atau pribadi warga Muhammadiyah, yang kita kenal dengan nama Saudagar Muhammadiyah, yang sampai saat ini tersebar di seluruh pelosok negeri.
Era 4.0 memerlukan inovasi, fleksibilitas dan kolaborasi. Tidak ada entitas yang dapat hidup sendirian untuk jangka waktu lama di tengah pusaran persaingan usaha yang sangat kompleks saat ini.
Karenanya, setelah jelas peran, fungsi dan tanggung jawab masing-masing pihak, maka upaya memperkuat jamaah untuk berpegang pada ketiga hal itu menjadi komitmen dan prasyarat yang fundamental bagi terbangunnya jamaah ekonomi yang amanah dan sustainable atas berkelanjutan.
Menurut saya, sederhananya ada tiga model kolaborasi berbasis ownership untuk memastikan kemanfaatan yang diperoleh bisa lebih luas dan berjangka panjang.
Pertama, apabila pemilik dan sektor atau bidang bisnisnya sama, maka kolaborasi (2 entitas atau lebih) itu bersifat lebih permanen. Itu dinamakan konsolidasi.
Kedua, bila pemilik sama tapi sektor atau bidang usahanya berbeda, maka kolaborasi (2 entitas atau lebih) itu dinamakan koordinasi.
Ketiga, bila pemiliknya beda meski sektor atau bidang usahanya sama, maka kolaborasi (2 entitas atau lebih) itu disebut sinergim
Dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini, spirit entrepreneurship harus terus didorong dan dihidupkan. Munculnya usaha baru milik warga Muhammadiyah dalam bentuk dan skala sekecil apapun harus diapresiasi. Karenanya, pasca Muktamar ke-47 tahun 2015 di Makassar, komitmen untuk mewujudkan ekonomi sebagai pilar ke-3 Persyarikatan Muhammadiyah terus diperkuat.
Melalui Forum JSM di masing-masing PWM, MEK PP Muhammadiyah terus mendorong Jaringan Saudagar Muhammadiyah di setiap Wilayah, Daerah maupun Cabang untuk secara aktif mengambil peluang dan mewujudkan setiap potensinya dalam kerja-kerja ekonomi yang bermanfaat bagi umat dan masyarakat.
Di akhir diskusi, kita bersepakat untuk menindaklanjuti dengan pertemuan teknis untuk mempertajam rekomendasi bagi penyusunan program MEK PDM Klaten khususnya maupun Jawa Tengah pada umumnya.
*) Ir H Ahmad Syauqi Suratno, MM, Wakil Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow